-->

GAS METANA BATUBARA

Gas Metana Batubara 

Gas metana batubara adalah gas metana (CH4) yang terbentuk secara alami pada lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi selama pembatubaraan. Gas metana batubara biasanya diproduksi pada kedalaman yang dangkal (300-1500 meter). Produksi gas metana batubara akan menghasilkan air yang banyak sebagai produk sampingan. 
 
Gas metana batubara terdapat pada lapisan batubara dalam tiga bentuk, yaitu sebagai gas dalam rekahan, terlarut dalam air pada rekahan, dan terserap pada matriks batubara (gambar 3.1). 

Molekul-molekul gas metana terserap ke dalam matriks batubara dengan dua cara, yaitu secara physical adsorption dan chemisorption. Sebagian besar gas metana pada batubara tersimpan dalam matriks, sebagian kecil tersimpan pada rekahan atau terlarut dalam air pada rekahan (U.S. Department of Energy, 2004). 
 
Genesa Gas Metana Batubara 
Gas metana batubara dihasilkan melalui proses reaksi kimia maupun aktivitas bakteri. Proses kimia berlangsung terus-menerus selama panas dan tekanan mempengaruhi lapisan batubara, gas yang dihasilkan melalui proses ini dinamakan gas termogenik (gambar 3.2). Bakteri yang menguraikan sisa-sisa tumbuhan pada batubara menghasilkan gas metana sebagai produk sampingan, gas yang dihasilkan melalui proses ini dinamakan gas biogenik (gambar 3.3).  
 
 

Gambar 3.1. Gas metana tertahan di dalam batubara oleh tekanan air. 
(U.S. Department of Energy, 2004) 
 


Gambar 3.2. Perubahan material organik oleh panas menghasilkan gas termogenik. (Hunt dalam Dallege dan Barker, 2000) 
 
 

Faktor Pengontrol Potensi Gas Metana Batubara 
Potensi gas metana batubara dikontrol oleh beberapa faktor yang dapat berbeda dari satu cekungan ke cekungan lainnya. Beberapa faktor pengontrol tersebut adalah permeabilitas dan perkembangan rekahan, migrasi gas pada rekahan, kematangan batubara, struktur geologi, tekanan hidrostatik, manajemen air produksi, dan akumulasi gas metana batubara. 
 
Hampir setiap lapisan batubara mengandung gas metana, akan tetapi agar dapat diproduksi secara ekonomis dibutuhkan rekahan yang terbuka supaya gas metana dapat bermigrasi dari matriks menuju sumur produksi.  
 
Pada umumnya sumur-sumur produksi gas metana batubara tidak lebih dalam dari 1500 meter, meskipun terdapat beberapa sumur produksi yang lebih dalam dari 1500 meter. 
 
Rekahan dan Cleats 
Batubara memiliki porositas, akan tetapi memiliki permeabilitas matriks yang kecil. Agar gas metana dapat mengalir dari lapisan batubara menuju sumur produksi, lapisan batubara harus memiliki sistem permeabilitas sekunder seperti rekahan.  
 
Cleat merupakan istilah yang digunakan untuk sistem rekahan alami yang terbentuk pada lapisan batubara sebagai bagian dari proses pematangan batubara. Cleat terbentuk sebagai hasil dari proses pengurasan air pada batubara, tekanan lokal dan regional, serta tekanan overburden. 
 
Pada batubara terdapat dua sistem cleat ortogonal yang berpotongan 90O terhadap bidang perlapisan (gambar 3.4). Face cleat merupakan sistem yang paling dominan, mempunyai sifat lebih kontinu dan menerus secara lateral. Face cleat berorientasi sejajar dengan tegangan kompresi maksimum dan berorientasi 90O terhadap sumbu lipatan batubara. Butt cleat merupakan sistem cleat sekunder, memiliki orientasi memotong face cleat. Butt cleat merupakan strain-release fracture dan mempunyai orientasi sejajar dengan sumbu lipatan. 
 
 

Gambar 3.4. Orientasi sistem cleat pada batubara. 
(U.S. Department of Energy, 2004) 
 
Gas metana dapat pula bermigrasi melalui rekahan yang lebih lebar yang berhubungan dengan tektonik seperti sesar dan kekar. Sesar dapat menerus beberapa meter dan berhubungan dengan pergerakan serta struktur geologi. Sesar dapat meningkatkan permeabilitas dan jalur migrasi gas metana di dalam permukaan bumi. 
 
Ekstraksi Gas Metana Batubara 
Gas metana batubara dapat diekstraksi dalam beberapa cara tergantung dari tipe batubara dan kandungan gasnya. Tiap tipe batubara yang ekonomis untuk diekstraksi (sub-bituminus sampai bituminus) mempunyai berbagai pilihan teknik produksi yang berbeda-beda tergantung pada kehadiran rekahan alami dan kualitas batubara. Batubara sub-bituminus lebih lunak dan lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan batubara bituminus. Batubara sub-bituminus pada umumnya diproduksi menggunakan sumur vertikal konvensional. Batubara dengan kualitas dan tingkatan yang lebih tinggi (bituminus) biasanya diproduksi menggunakan sumur horizontal dan vertikal (U.S. Department of Energy, 2004). 
 
Batubara sub-bituminus cukup ekonomis untuk diekstraksi. Batubara subbituminus memiliki sifat lunak dan dapat diproduksi menggunakan sumur vertikal (gambar 3.5). Pemboran dilakukan sampai puncak lapisan batubara yang akan diproduksi kemudian pipalindung produksi dipasang dan disemen sampai permukaan tanah. Lapisan batubara kemudian dibor dan dilubangi lebih lebar. Lalu dilakukan pemompaan air formasi keluar dari lubang bor dan lapisan batubara secara cepat. Pada daerah dengan cleat dan rekahan yang tidak berkembang baik dapat ditambahkan rekahan buatan mengunakan air bertekanan rendah. 
 
Batubara sub-bituminus yang dangkal biasanya dibor menggunakan rig kecil di atas truk. Setelah sumur produksi dibangun kemudian dipasang pompa air bawahtanah pada tabung produksi untuk memompa air dari lapisan batubara. Dengan mengeluarkan air dari lapisan batubara maka tekanan air formasi akan berkurang dan gas metana akan mengalami desorpsi dan mulai diproduksi. Gas metana mengalir melalui pipalindung dan tabung sumur produksi. Kemudian gas metana dialirkan menuju pemisah gas-air pada pusat kompresi melalui pipa gas. Gas metana lalu disiapkan untuk dipasarkan. Di daerah bagian barat Amerika satu sumur hanya memproduksi satu lapisan batubara dan gas metana berasal dari batubara sub-bituminus (U.S. Department of Energy, 2004). 
 
Batubara dengan tingkatan yang lebih tinggi memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan sub-bituminus. Batubara bituminus pada umumnya dibor dan dipasang pipalindung sampai kedalaman maksimum. Kemudian dilakukan perforasi dan stimulasi untuk menghilangkan kerusakan akibat pemboran serta memperbaiki retakan di sekitar lubang bor. Kebanyakan batubara tipe bituminus tidak perlu dilakukan pemompaan air dari lapisan untuk memulai produksi gas metana. Oleh karena itu perforasi beberapa lapisan batubara dalam satu lubang bor sering kali dilakukan (gambar 3.6). 
 
 

Gambar 3.5. Contoh teknik produksi gas metana sumur vertikal di Cekungan Powder River. (U.S. Department of Energy, 2004) 
 
 

Gambar 3.6. Contoh teknik produksi gas metana sumur vertikal di Cekungan Cherokee. (U.S. Department of Energy, 2004) 
 
Batubara bituminus terkadang dieksploitasi dengan menggunakan sumur horizontal pada satu sumur produksi (gambar 3.7). Tiap sumur produksi dapat memiliki perpanjangan lateral sampai 1200 meter pada satu lapisan batubara. Beberapa sumur horizontal dapat dibor pada satu sumur produksi untuk mengeksploitasi lebih dari satu lapisan batubara atau memotong pola struktur rekahan dan cleat. Tiap perpanjangan lateral tidak perlu dibor sedemikian horizontal, akan tetapi mengkuti arah kemiringan lapisan batubara. Kebanyakan lapisan batubara memiliki ketebalan kurang dari 2 meter, hal ini tentu saja memerlukan perhatian khusus dalam melakukan pemboran. 
 
 

Gambar 3.7. Contoh teknik produksi gas metana sumur horizontal di Cekungan Arkoma. (U.S. Department of Energy, 2004) 
 
Peningkatan Produksi Gas Metana Batubara 
Industri gas metana batubara sedang mengembangkan metode baru untuk meningkatkan produksi sumur tua yang sudah beroperasi lebih dari 10 tahun. Beberapa perusahaan bereksperimen dengan menginjeksikan nitrogen (N) dan karbon dioksida (CO2) ke dalam lapisan batubara untuk menggantikan metana pada permukaan cleat (gambar 3.8). Pada umumnya molekul N atau CO2 menggantikan molekul metana di dalam cleat dengan rasio kurang lebih 4 banding 1 (Schoeling dan McGovern, 2002). 
 
Secara teori injeksi molekul nitrogen akan meningkatkan produksi metana dari lapisan batubara dengan cara penggantian molekul melalui pelepasan dan penyerapan gas. Batubara dapat mengganti kapasitas kandungan metana dengan nitrogen sebesar 25 – 50%. 
 
 

Gambar 3.8. Proses peningkatan produksi dengan menginjeksikan CO2. (Wong dan Gunter, 2005) 
 
Metode peningkatan produksi ini mempunyai efek samping yang menguntungkan, yaitu mengurangi kadar CO2 di udara dengan cara diinjeksikan ke dalam lapisan batubara (gambar 3.9). Karbon dioksida merupakan gas buangan dari berbagai proses industri dan termasuk dalam gas penyebab efek rumah kaca. Penginjeksian CO2 akan mengurangi jumlah karbon dioksida dalam atmosfer dan membantu mengurangi polusi udara. 
 
 

Gambar 3.9. Peningkatan produksi dan pengurangan CO2 di atmosfer. (Wong dan Gunter, 2005) 
 

Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat Anda dapat berkontribusi dengan mengeklik tautan di bawah ini:

Donasi Sekarang

YOU IS THE BEST